Apa yang ada dibenak kamu saat melihat perkembangan dunia saat ini ? Pastinya
ada kesan kekaguman dan terpukau saat menyadari bahwa dunia telah mengalami
transisi yang luar biasa, dari zaman yang dulunya harus manual dan sekarang
menjadi lebih modern dan serba canggih. Faktanya, dunia saat ini telah memasuki
era revolusi industri 4.0, dengan berbagai “teknologi
cerdas” yang lebih sederhana, mudah dijangkau dan diakses. Namun
ternyata, kecanggihan dunia juga berdampak terhadap kondisi bumi saat ini dan
masa yang akan datang loh. Hmm.. Bagaimana ini terjadi ? Yuk kita simak.
Jika kita berpikir ulang, apa ya yang paling dibutuhkan bagi dunia untuk melakukan perkembangan ? Tentunya, salah satu hal mutlak yang tidak bisa diabaikan untuk memenuhi kebutuhan di dunia adalah ENERGI. Bagaimana energi memliki peranan besar dalam kehidupan di dunia ? Logika sederhananya adalah manusia untuk bergerak saja membutuhkan energi, apalagi seluruh aktivitas yang dilakukan untuk perkembangan dunia. Dan terlebih lagi ternyata energi yang dibutuhkan tersebut tidak dalam jumlah yang sedikit dan pasokan energi tersebut harus tetap tersedia dari waktu ke waktu untuk kehidupan generasi selanjutnya.
Jika kita berpikir ulang, apa ya yang paling dibutuhkan bagi dunia untuk melakukan perkembangan ? Tentunya, salah satu hal mutlak yang tidak bisa diabaikan untuk memenuhi kebutuhan di dunia adalah ENERGI. Bagaimana energi memliki peranan besar dalam kehidupan di dunia ? Logika sederhananya adalah manusia untuk bergerak saja membutuhkan energi, apalagi seluruh aktivitas yang dilakukan untuk perkembangan dunia. Dan terlebih lagi ternyata energi yang dibutuhkan tersebut tidak dalam jumlah yang sedikit dan pasokan energi tersebut harus tetap tersedia dari waktu ke waktu untuk kehidupan generasi selanjutnya.
Pada tahun 2016, Indonesia pernah tercatat
sebagai negara dengan konsumsi energi terbesar di kawasan Asia Tenggara dan
urutan kelima di Asia Pasifik, setelah negara China, India, Jepang dan Korea
Selatan. Dan berdasarkan data Outlook Energi
Indonesia 2019(1), konsumsi energi di Indonesia terbagi untuk
sektor transportasi 40%, industri 36%, rumah tangga 16%, komersial 6%, dan sektor
lain sebesar 2%. Sayangnya, sumber energi yang selama ini digunakan di
Indonesia 93,7% masih berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi 42,1%, gas
alam 30,3% dan batu bara 21,3%.
Penggunaan bahan bakar fosil memang telah
menjadi fondasi dari sistem energi, pertumbuhan ekonomi dan gaya hidup modern
selama ini. Akan tetapi, bahan bakar fosil yang kita gunakan terus-menerus itu berdampak
negatif bagi kelestarian lingkungan, seperti menimbulkan polusi, efek gas rumah
kaca, hujan asam hingga pemanasan global, yang sumber terbesarnya disebabkan
oleh gas karbon dioksida (C02) dari hasil pembakaran bahan bakar
fosil.
Tahukah kamu bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara G-20 yang memiliki emisi efek gas rumah kaca sebesar 9,2 tCO2e/kapita, padahal standar emisi dari rata-rata negara G-20 hanya 8 tCO2e/kapita.
Artinya, Indonesia memiliki emisi 15% lebih tinggi daripada negara-negara G-20
lainnya dan setiap warga Indonesia dapat dikatakan menghasilkan rata-rata 9,2 ton
emisi karbon dioksida setiap tahunnya dari berbagai sektor(2).
Jika penggunaan bahan bakar fosil ini tidak diminimalisir,
maka produksi emisi akan cenderung naik dan tentunya bukan hanya menjadi
ancaman bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, tetapi bahkan
berdampak buruk bagi kesehatan bumi kita. Selain itu, bahan bakar fosil
merupakan sumber energi yang tak terbarukan, sehingga jumlahnya sangat terbatas
dan tidak menutup kemungkinan bahwa dunia akan kesusahan untuk mencari
ketersediaan bahan bakar fosil di masa depan. Kemudian, apakah solusinya ?
Transisi Energi
Nah, sejalan dengan perkembangan dunia, bumi juga membutuhkan transisi untuk bisa menjadi tempat yang lebih baik. Untuk itulah, transisi energi ditawarkan sebagai solusi alternatif. Transisi energi menuntut untuk melakukan perubahan pengadaan dan penggunaan bahan bakar fosil menjadi energi baru dan terbarukan (EBT) serta penngkatan efisiensi energi.
Sumber EBT berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor
53 Tahun 2018 adalah energi yang berasal sumber energi berkelanjutan seperti
panas bumi, biomassa, sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan
dan perbedaan suhu lapisan laut.
Penggunaan EBT dinilai bersifat ramah lingkungan
karena pengolahannya berasal dari tenaga yang dihasilkan oleh proses alam,
sehingga dapat meminimalisir produksi emisi ke lingkungan. Selain itu, sumber
energi yang dihasilkan dari sistem EBT dapat diperbarui sehingga energi dapat
digunakan secara terus menerus dan disimpan untuk pasokan energi di masa depan.
Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan
EBT. Saat ini penggunaan EBT hanya sekitar 5-6% dari total penggunaan energi di
Indonesia. Beberapa provinsi di luar Jawa dan Sumatera diprediksi memiliki potensi
EBT yang cukup besar. Provinsi Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan masing-masingnya memiliki potensi mencapai lebih dari 20 GW.
Itulah mengapa perencanaan penyediaan listrik di daerah tersebut seharusnya
dapat memprioritaskan pemanfaatan EBT. Di sisi lain, kapasitas terpasang EBT di
daerah Sumatera Utara sudah lebih dari 500 MW.
Provinsi
|
Potensi (MW)
|
Kapasitas Terpasang 2018 (MW)
|
Kalimantan Barat
|
26.841
|
247
|
Papua
|
26.529
|
20
|
Jawa Barat
|
26.190
|
3.184
|
Jawa Timur
|
24.240
|
275
|
Kalimantan Timur
|
23.841
|
-
|
Sumatera Utara
|
22.478
|
839
|
Nusa Tenggara Barat
|
21.991
|
17
|
Sumatera Selatan
|
21.866
|
18
|
Kalimantan Tengah
|
19.568
|
-
|
Jawa Tengah
|
19.450
|
366
|
Gambar 1. 10 daerah
dengan potensi energi baru dan terbarukan (EBT) terbesar (3)
Potensi energi baru dan terbarukan (EBT)
Indonesia memang cukup besar dan juga memiliki variasi energi yang cukup
beragam. Namun, nyatanya potensi EBT belum dapat terlaksana secara maksimal
karena berbagai kendala dalam penerapannya, seperti biaya investasi yang
tinggi, efisiensi teknologi yang relatif rendah, letak geografis dan faktor
sosial masyarakat sebagai pengguna energi.
Pemerintah telah mengupayakan agar target pemanfaatan EBT bauran energi tahun 2025 mencapai 23%. Namun, sekali lagi rencana ini akan sulit tercapai jika penggunaan bahan bakar fosil masih mendominasi. Oleh karena itu, gerakan penghematan energi dan pengembangan terobosan energi terbaru perlu dilakukan tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat khususnya pemuda dan generasi milenial.
Pemerintah telah mengupayakan agar target pemanfaatan EBT bauran energi tahun 2025 mencapai 23%. Namun, sekali lagi rencana ini akan sulit tercapai jika penggunaan bahan bakar fosil masih mendominasi. Oleh karena itu, gerakan penghematan energi dan pengembangan terobosan energi terbaru perlu dilakukan tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat khususnya pemuda dan generasi milenial.
Secara demografi, generasi milenial akan mendominasi
jumlah penduduk Indonesia. Tentunya kesediaan energi untuk masa depan akan
mempengaruhi kualitas hidup generasi milenial selanjutnya, karena semakin canggih dunia maka energi yang dibutuhkan akan semakin banyak pula. Perbandingan
antara peningkatan produksi, jumlah penduduk dan kebutuhan energi akan terus
meningkat dari tahun ke tahun dan hal ini sudah semestinya menjadi keresahan
bagi kaum pemuda dan generasi milenial.
Faktanya, kesadaran generasi milenial akan pentingnya energi cukup tinggi. Tidak sedikit dari mereka ikut bergabung dalam komunitas-komunitas untuk membuat gerakan dan aksi peduli terhadap energi, seperti Komunitas Earth Hour, di bawah naungan WWF yang mencanangkan program Switch Off untuk menyatakan kepedulian terhadap perubahan iklim. Selain itu, ada Rumah Energi yang memberikan wadah bagi generasi milenial untuk menyalurkan ide dan kreatifitasnya terkait dengan pengembangan EBT, serta masih banyak komunitas-komunitas lainnya.
Teknologi pengembangan EBT telah menjadi magnet
di kalangan generasi milenial. Berbagai inovasi dilakukan untuk menciptakan
energi-energi baru ramah lingkungan yang dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat. Saat ini banyak penelitian yang berhasil menemukan teknologi
penghasil EBT berbahan baku zat organik seperti kelapa sawit, singkong ataupun
tebu. Menariknya, ide-ide yang diberikan oleh generasi muda dan milenial
terbilang sangat sederhana, namun memiliki prospek jangka panjang dan
keuntungan yang dapat diberikan bagi kemandirian dan ketahanan energi. Bahkan
tidak sedikit penelitian yang terbilang sukses memanfaatkan limbah industri
organik sebagai bahan baku energi alternatif tersebut.
Sebenarnya banyak sekali potensi-potensi sumber
daya alam yang bisa kita manfaatkan untuk menciptakan berbagai inovasi baru
dalam pengembangan EBT. Salah satunya sumber energi yang dapat kita terapkan berasal
dari limbah rumah tangga kita sendiri. Tak jarang kita sering mengabaikan
limbah organik rumah tangga terbuang begitu saja dan mengganggap tidak berguna,
padahal jika diteliti kegunaannya, sampah limbah organik dapat menjadi barang yang
berkelas.
Pemanfaatan limbah rumah tangga dapat menghasil
energi baru berupa biogas. Pembuatan biogas dapat dilakukan secara sederhana
dengan menggunakan prinsip fermentasi. Sumber utama limbah organik yang dapat
digunakan adalah kotoran hewan dan sisa-sisa makanan. Dengan bantuan
mikroorganisme, limbah organik tersebut akan diubah menjadi gas metan yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar, seperti bahan bakar pada kompor gas serta
kegunaan lainnya. Wah, ternyata keren ya, selain kita mendapatkan energi,
limbah rumah tangga kita juga terolah dengan baik.
Gambar 2. Model Sederhana Teknologi EBT Biogas (4)
Nah, jadi kamu sudah paham kan, untuk memulai
pemanfaatan EBT, kamu tidak harus mencoba dari hal yang rumit dan sulit
didapatkan. Kamu juga bisa memanfaatkan apa yang ada disekitarmu dan mulailah
bereksperimen. Karena semua hal bisa dimulai dari kita, oleh kita, untuk kita
dan bumi tercinta.
Create your own energy, to light up the future
(Ciptakan energimu, untuk menerangi masa depan)
Referensi :
- Outlook Energi Indonesia 2019. Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional.
- Climate Transparency. The Ambition Call. https://www.climate-transparency.org/call-for-more-ambition-ahead-of-the-un-climate-action-summit. 23 September 2019.
- IESR (2019). Laporan Status Energi Bersih Indonesia: Potensi, Kapasitas Terpasang,dan Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Energi Terbarukan 2019.
- Cara membuat biogas mini dari sampah organik. https://kumacart.com/cara-membuat-biogas-mini-dari-sampah-organik/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar